BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kegiatan bisnis yang makin merebak
baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu
adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan
kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh
ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis.
Dalam ekonomi pasar global, kita hanya
bisa survive kalau mampu bersaing. Untuk bersaing harus ada
daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi. Untuk itu pula,
diperlukan etika dalam berusaha, karena praktik berusaha yang tidak etis, dapat
mengakibatkan rente ekonomi, mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh pada
masalah etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna
mengendalikan kemajuan dan penerapan teknologi bagi kemanusiaan. Kemajuan
teknologi informasi misalnya, akan memudahkan seseorang mengakses privacy orang
lain.
Para ahli sering berkelakar bahwa
etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan
antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan.
Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan
daripada etika. Dalam tinjauan Business Ethics mengambil pandangan bahwa
tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan
sebuah pandangan yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh
karena itu, pemahaman tentang etika bisnis diperlukan untuk para pelaku bisnis
agar usaha yang dijalankan dapat menjadi suatu usaha bisnis yang beretika dan
mengurangi resiko kegagalan.
Apabila
moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, etika
bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela
dari semua anggota suatu kelompok.
Dunia
bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang
menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai
rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang
harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis dunia
internasional sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok
bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Hubungan
perdagangan dengan pengertian “asing” rupanya masih membekas dalam bahasa
Indonesia, karena salah satu arti “dagang” adalah “orang dari negeri asing”.
Dengan saran transportasi dan komunikasi yang kita miliki sekarang, bisnis
internasional bertambah penting lagi. Berulang kali dapat kita kita dengar
bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup
seluruh dunia, sehingga hampir semua negara tercantum dalam “pasar” sebagaimana
dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang surutnya pasar ekonomi. Gejala
globalisasi ekonomi ini berakibat positif maupun negatif.
Internasionalisasi
bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis yang
baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi
perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam makalah
ini kita akan membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan
bisnis pada taraf internasional.
Secara
sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis
sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang
dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang
maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Banyak
masalah etika yang berkembang karena perbedaan perkembangan di bidang kemajuan
ekonomi, politik, sistem hukum dan kebudayaan. Kata etika disini mengacu pada
asas yang diterima baik benar atau salah yang menguasai tingkah laku seseorang,
anggota dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan organisasi.
Etika
bisnis adalah asas yang diterima baik benar atau salah yang menguasai tingkah
laku seorang pengusaha, dan etika strategi adalah strategi atau jalan dari
suatu kegiatan yang tidak melaggar asas – asas yang berlaku. Dalam sejarah ilmu
pengetahuan, penuh dengan contoh dari para peneliti bahwa ide mereka telah
dicuri oleh teman yang tidak teliti untuk keuntungan sendiri sebelum penemu ide
mempunyai peluang untuk mematenkan dan menerbitkan ide mereka sendiri. Meskipun
kelakuan ini tidak melanggar hukum tapi jelas sangat tidak etis.
BAB II
DASAR TEORI
DAN PEMBAHASAN
A.
Dasar Teori
1.
Pengertian Etika
Etika
berasal dari kata ethos, salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas
bidang etika yaitu, tentang nilai keutamaan dan bidang estetika, nilai-nilai
keindahan, serta pemilihan nilai-nilai kebaikan.
Jika
ditinjau dari bahasa Inggris, etika berasal dari kata ethics, yakni ilmu
tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam
masyarakat Emanuel Kant, mengajukan satu pertanyaan was
sall ich tun? (apa yang akan kita lakukan?) (sesuai dengan norma
yang berlaku). Pertanyaan ini pada intinya ada suatu “pilihan” yang berarti
adanya konsep nilai terhadap perbuatan yang akan kita lakukan. Tugas Etika bagi
orang-orang yang berfikir dan bergerak secara teoritis yakni untuk memahami
masalah-masalah yang dihadapi (baik masalah kehidupan maupun masalah
ilmu).Dimana tujuan penerapan etika adalah untuk “orientasi” ketika seseorang
dihadapkan “sesuatu hal” yang harus dia putuskan baik untuk menilai maupun
bertindak. Contoh: Ketika seseorang berdagang, ia harus mampu menentukan apakah
untuk mendapatkan keuntungan ia harus, menim-bun barangnya dulu, menjual dengan
harga yang mahal, mengoplos dengan kualitas rendah, atau ia akan menjual
barangnya dengan harga yang wajar.
Uno
(2004) membedakan pengertian etika dengan etiket. Etiket (sopan santun) berasal
dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara
sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti
falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya,
susila, dan agama. Jika kata etika dikaitkan dengan kata bisnis akan menjadi
Etika Binis (business ethics). Steade et al (1984: 701) dalam bukunya
”Business, It’s Natural and Environment An Introduction” memberi batasan yakni,
”business ethics is ethical standards that concern both the ends and means
of business decision making”.
Ginanjar
Kartasasmita dalam seminar SDM mengatakan bahwa etika merupakan ilmu yang
mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia
mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan
apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah
didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
2. Hubungan Etika dan Moralitas
Menurut
Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), moral dapat
diartikan sebagai akhlak, dan susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar
kebaikan); Moralitas berarti kesusilaan; sedangkan Etik (Ethics) =
etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas,
layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering
dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti
berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga orang yang memiliki moral pasti
dilandasi oleh etika. Demikian pula perusahaan yang memilikietika bisnis pasti
manajernya dan segenap karyawan memiliki moral yang baik.
Moralitas
adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan
salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki
mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral,
dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara
moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan
kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya
diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau
ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan
itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak
dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti masjid, gereja, sekolah,
televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar
moral:
1. Standar moral berkaitan dengan
persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan
manusia
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau
diubah oleh keputusan dewa otoritatif tertentu.
3. Standar
moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)
kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan
yang tidak memihak
5. Standar
moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
3. Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar
formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang
digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan
jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa
hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain
mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2. Bisnis
adalah bagian penting dalam masyarakat
3. Bisnis
juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak –
pihak yang melakukannya.
Bisnis
adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling percaya,
kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Dalam menciptakan etika
bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah :
1. Pengendalian Diri
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social
Responsibility)
3. Mempertahankan
Jati Diri Dan Tidak Mudah Untuk Terombang-ambing Oleh Pesatnya Perkembangan
Informasi Dan Tekhnologi.
4. Menciptakan
Persaingan Yang Sehat.
5. Menerapkan
Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
6. Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar.
8. Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya Antara Golongan Pengusaha Kuat Dan Golongan Pengusaha Ke
Bawah.
9. Konsekuen Dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang
Telah Disepakati Bersama.
10. Menumbuhkembangkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki
Terhadap Apa Yang Telah Disepakati.
11. Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis Yang
Dituangkan Dalam Suatu Hukum Positif Yang Berupa Peraturan Perundang –
undangan.
Masalah etika
dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery),
Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft),
Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), yang masing-masing
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Suap (Bribery), adalah
tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang
atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap
kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat
dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift)
tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons
yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.
Paksaan (Coercion),
adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan
atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3.
Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang
disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan
tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik
orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa
property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap
orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan,
atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa
adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
4.
Pentingnya
Etika Dalam Dunia Bisnis
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?.Didalam bisnis tidak
jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang
berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah
demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah
menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis
tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin
meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan
masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan
suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika
bisnis.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya
dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam
hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari
pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks.
Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan
dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan
perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah
bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah
buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional.
5.
Penerapan Etika Pada Organisasi
Perusahaan
Dapatkah
pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban
diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu)
sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul atas masalah
ini:
Ekstrem pertama,
adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat,
organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti
individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita
dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka
dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian
yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua,
adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa
organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti
standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya,
lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara
moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi
seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan
perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral
dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir
dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan
itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam
perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh
pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.
6.
Globalisasi,
Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi
adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta
sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya
barang-barang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang
diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini
mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan
perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan
system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan
organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain
sebagainya.
Perusahaan
multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam
transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional
adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa
atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di
banyak negara yang berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di
banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang
menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang
seharusnya tidak mereka lakukan.
B.
PEMBAHASAN
Banyak
persoalan etika dan dilema dalam bisnis internasional yang berakar pada system
politik, hukum, kemajuan ekonomi, dan budaya yang sangat berbeda antar Negara.
Akibatnya, apa yang dianggap abik di satu Negara belum tentu dianggap baik di
Negara lain. Karena manajer bekerja untuk institusi yang melebihi batas Negara
dan budaya, maka manager dari perusahaan multinasional harus peka terhadap
perbedaan dan harus memlih kegiatan etika dalam berbagai keadaan karena
berpotensi menimbulakan masalah dalam etika.
Dalam
tatanan bisnis internasional, persoalan etika yang paling umum adalah kebiasaan
pekerja, hak asasi manusia, peraturan lingkungan, korupsi, dan kewajiban moral
dari perusahaan multinasional.
1.
Kebiasaan
para pekerja
Dalam
kasus pembuka, masalah etika dihubungkan dengan kebiasaan pekerja di Negara
lain. Ketika kondisi kerja di Negara tempat investasi lebih rendah dari kondisi
kerja dari tempat asal perusahaan multinasional tersebut,standart apa yang
harus dipilih? Apa dari Negara asal, Negara tempat investasi atau diantaranya?
Ketika tiap Negara dianggap sama, maka berapakah perbedaan yang dapat diterima?
Seperti, bekerja 12 jam sehari, gaji rendah dan gagal ,melindungi pekerja dari
bahan berbahaya mungkin umum dilakukan di beberapa Negara berkembang, tap apakah
hal ini berarti bak bagi perusahaan multinasional untuk menerima keadaan kerja
tersebut atau memaafkan melalui pemborong? Seperti kasus pada merk sepatu Nike,
pendapat yang kuat dapat menjadi kebiasaan yang tidak tepat. Tapi tetap
meninggalkan pertanyaan, apakah standart yang harus digunakan? Kita harus
kembali dan menyadari kasus ini di bab selanjutnya. Untuk sekarang, mengumumkan
standart minimal keamanan dan martabat pekerja dan memakai jasa audit adalah
cara yang terbaik untuk mengatasi maslah ini. Seperti yang dilakukan perusahaan
Levi Strauss yang pada tahun 1990an memutuskan kontrak dengan penyuplai
terbesar, The Tan Family. Karena The Tan memperkerjakan perempuan cina dan
Filipina 74 jam per minggu di halaman tertutup di Pulau Mariana.
2.
Hak
Asasi Manusia
Hak
asasi dasar manusia di beberapa Negara masih belum dihargai. Seperti
diantaranya, kebebasan berorganisasi, kebebasan berbicara, kebebasan
berpolitik, dan sebagainya. Contoh yang apling nyata adalah yang terjadi di
Afrika Selatan. Yaitu politik pembedaan warna kulit (apartheid) yang terjadi
sampai tahun 1994. Apartheid adalah pemisahan kulit putih dengan kulit hitam
yang menyediakan pekerjaan bagi kulit putih dan melarang kulit hitam bekerja
pada usaha yang dikelola kulit putih. Meskipun menggunakan sistem seperti ini,
banyak pengusaha barat beroperasi di Afrika Selatan. Tahun 1980, banyak yang
menanyakan kebijakan ini. Mereka berpendapat, investasi mereka menikkan status
ekonomi dan dapat menekan rezim yang berkuasa.
Beberapa
perusahaan barat mengubah kebijakan mereka, diantaranya General Motors (GM). GM
menggunakan prinsip Sullivan, yaitu seorang anggota jajaran kepengurusan GM.
Sullivan berpendapat bahwa GM dapat beroperasi di Afrika Selatan dengan dua
syarat, yaitu perusahaan tidak boleh melakukan hukum apartheid dan dengan
kekuatan yang dimiliki, perusahaan harus berusaha melakukan usaha untuk
penghapusan politik apartheid.
Hukum
Sullivan ini digunakan oleh semua perusahaan barat yang beroperasi di Afrika
Selatan. Perlawanan ini diabaikan oleh pemerintah Afrika Selatan karena mereka
tidak mau melawan para investor. 10
tahun kemudian, Sullivan mengatakan bahwa teorinya tidak cukup untuk menghapus
politik apartheid. Dan beberapa perusahaan yang menjalankan hukum ini tidak
bisa meneruskan usaha mereka di Afrika Selatan. Diantaranya Exxon, GM, Kodak,
IBM dan Xerox. Pada saat bersamaan, dana pension mengatakan tidak mau
bekerjasama dengan perusahaan yang menjalankan usaha di Afrika Selatan.
Tekanan
ini dan akibat sanksi ekonomi yang diberikan AS, berjasa atas penghapusan
politik apartheid dan memperkenalkan Pemilihan Umum pada 1994. Hal ini dinilai
meningkatkan hak asasi manusia di afrika selatan. Meskipun perubahan terjadi di
Afrika Selatan, masih ada beberapa rezim yang masih berjalan di dunia ini.
Apakah pantas melakukan usaha di Negara seperti ini? Banyak yang berkata, bahwa
investasi bisa menekan kebijakan ekonomi, politik, dan social yang membuat
rakyat melawan kepada rezim. Hal ini telah dijelaskan di bab 2 dimana kemajuan
ekonomi bisa menekan untuk demokrasi.
Secara
umum, perusahaan multinasional yang berinvestasi di Negara yang kurang
demokratis bisa meningkatkan HAM di Negara tersebut. Seperti di China, meskipun
dikenal kurang demokrasi dan sering dipertanyakannya HAM disana, ternyata
investasi bisa meningkatkan kondisi ekonomi dan meningkatkan standart
kehidupan. Kemajuan ini secara tidak langsung menekan rakyat Cina agar lebih
berani berpartisipasi dalam pemerintahan, politik dan kebebasan berbicara. Tapi
pendapat ini masih terbatas. Seperti kasus di Afrika Selatan, beberapa rezim
tidak setuju bahwa investasi bisa mendukung perbaikan etika. Contoh lain adalah
Myanmar (Burma). Dikuasai rezim militer lebih dari 40 tahun, Myanmar adalah
salah satu pelaggar HAM paling berat. Tahun 1990an banyak perusahaan Barat
dituduh melampaui batas etika yang sangat keras. Beberapa pengejek verpendapat
bahwa Myanmar adaah Negara dengan ekonomi kecil, sehingga hukuman tidak mampu
membuat begitu bereaksi, seperti apa yang ada di Cina. Nigeria adalah Negara
lain yang perlu dipertanyakan, ketka investasi membuat pelanggaran terhadap
HAM. Yang paling terkenal adalah Royal Dutch Shell, perusahaan minyak terbesar
di negeri itu yang sering diprotes. Tahun 1990an beberapa suku memprotes karena
Royal Dutch Shell menyebabkan polusi dan gagal memberi kompensasi. Shell
dilaporkan meminta bantuan Brigade Mobil Nigeria untuk mengakhiri protes para
demonstran. Hasilnya menjadi berdarah. Di desa Umuechem, pasukan membunuh 80
demonstran dan menghancurkan 495 rumah. Tahun 1993, protes di bagian Ogoni
karena masalah pipa milik Shell dan pasukan diminta lagi menghentikan protes.
Hasilnya, 27 desa rusak, 80000 kehilangan tempat tinggal dan 2000 terbunuh.
Kritik
bermunculan dan Shell disalahkan sebagai pemicu pembantaian. Shell tidak menggubris
hal ini dan pasukan menjadikan alasan demonstrsi sebagai cara untuk membunuh
kelompok yang selama beberapa lama berseberangan dengan pemerintah. Hal ini
merubah kebijakan Shell dengan membuat mekanisme dari dalam untuk membuat acuan
agar tidak bertentangan dengan HAM.
3.
Peraturan
Lingkungan (Polusi )
Masalah
etika muncul ketika peraturan lingkungan di negara investasi lebih rendah
dibandingkan dari negara asal investor. Banyak negara maju yang mengatur
tentang peraturan dasar tentang pembuangan gas emisi, pembuangan bahan
berbahaya, penggunaan bahan beracun dan sebagainya. Peraturan ini kadang kurang
diperhatikan di negara berkembang dan menurut laporan,hasil polusi industri
tersebut bisa sampai ke tiap rumah.
Contohnya
adalah yang terjadi di Nigeria. Pada laporan tahun 1992 oleh pemerhati
lingkungan isinya: Industri minyak telah menyebabkan polusi udara baik siang
maupun malam, menghasilkan gas beracun yang secara diam – diam dan secara
sistematis mengganggu biota air dan membahayakan hidup dari tanaman, permainan
dan manusia itu sendiri, kita telah polusi air secara meluas dan polusi tanah
yang menyebabkan kematian terhadap hewan air, dan ikan dan di sisi lain lahan
pertanian terkontaminasi dan tanah menjadi berbahaya untuk ditanami, meskipun
mereka meneruskan menggunakannya. Contoh diatas menunjukkan bahwa kontrol
terhadap polusi di Nigeria kurang dibandingkan dengan di negara maju.
Haruskah
perusahaan multinasional merasa tidak bersalah telah membuat polusi di negara
lain? Apakah bermoral ketika suatu perusahaan memutuskan berproduksi di negara
berkembang karena kontrol terhadap polusi tidak diperlukan dan perusahaan bebas
merusak lingkungan dan mungkin membahayakan penduduk lokal demi menekan biaya
produksi dan mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya? Apakah hal yang benar
dan tindakan moral seperti apakah yang harus digunakan menghadapi keadaan
seperti itu? Membuat polusi demi keuntungan ekonomi atau mengikuti peraturan
yang melekat tentang standart pengaturan polusi? Pertanyaan ini menjadi penting
karena sebagian besar dari lingkungan adalah milik umum tanpa ada pemilik
tetapi semua orang bisa merampasnya. Tidak ada seorangpun yang memiliki udara
dan lautan tapi merusak keduanya tidak peduli dimana tempatnya merugikan
semuanya. Lautan dan udara adalah barang yang semua orang membutuhkan tapi
tidak ada seorangpun yang bertanggung jawab.
Dalam
beberapa kasus fenomena yang dikenal sebagai tragedi yang sering menjadi
diterima dan biasa. Tragedi terjadi ketika sumberdaya digunakan oleh semua
orang dan digunakan berlebihan sehingga mengalami kerusakan. Kata fenomena
pertama digunakan oleh Garrett Hardin yang menjelaskan masalah pada abad 16 di
Inggris. Daerah terbuka yang umum bagi semua digunakan sebagai padang untuk
menggembala ternak. Orang miskin menggunakan padang rumput ini dan ternyata
menambah penghasilan mereka. Sangat menguntungkan ketika terus menambah jumlah
ternak, tetapi masalah sosial yang dihadapi jauh dari keuntungan yang
didapatkan dari beternak. Hasilnya menghabiskan rumput, merusak padang rumput
dan menghabiskan kandungan alam yang ada.
Dalam masyarakat
modern, perusahaan bisa berperan membuat tragedi global dengan cara memindahkan
usaha ke tempat yang bisa dengan bebas membuang limbah ke udara atau ke laut
dan sungai dan dapat merusak hal yang berharga di alam ini. Mungkin hak ini
tidak melanggar hukum, tapi apakah pantas dilakukan? Sekali lagi, diperlukan
respon sosial terhadap etika yang berlaku.
4.
Korupsi
Kasus
korupsi menjadi masalah utama di hampir semua sejarah manusia dan terus
berlanjut sampai sekarang. Korupsi ada dan akan selalu ada dalam pemerintahan.
Bisnis internasional mendapatkan keuntungan dengan membayar pemerintahan yang
seperti ini. Contoh klasik adalah kejadian pada tahun 1970an. Carl Kotchian,
presiden dari Lockheed membayar $12,5 juta kepada agen Jepang dan pemerintah
untuk memuluskan pesanan besar untuk Lockheed Tristar dari Nippon Air. Ketika
hal ini diketahui, pejabat dari AS menuduh Lockheed membuat laporan palsu dan
menggelapkan pajak. Meskipun pembayaran ini di Jepang diterima dari bagian
bisnis, hal ini menjadi skandal dan kasus yang besar. Pejabat pemerintah
dianggap melanggar hukum, satu anggota bunuh diri, pemerintahan bermasalah dan
masyarakat Jepang marah. Ternyata pembayaran seperti ini tidak diterima oleh
masyarakat Jepang. Hal ini dianggap tidak berbeda dengan uang suap yang
dibayarkan kepada pejabat untuk melancarkan pesanan raksasa seperti Boeing.
Kotchian berlaku sangat tidak pantas dan berpendapat bahwa pembayaran tersebut
sah. Dan ternyata hal itu sama sekali salah!
Kasus Lockheed
mendorong Foreign Corrupt Practices Art pada tahun 1977 tang telah dijelaskan
di bab 2. ini berisikan tentang memberikan uang suap terhadap pejabat negara
lain untuk melancarkan bisnis. Beberapa perusahaan AS menganggap ini adalah
kerugian dalam bersaing. Dan hal ini dianggap sebagai pembayaran perantara.
Sebagaian mengetahui sebagai uang cepat dan hal ini dilakukan untukmengamankan
kontrak yang belum aman atau membayar untuk mendapatkan perlakuan istimewa dari
pemerintah setempat tetapi tidak mendapatkan hak tersebut di negara lain.
Tahun
1997, anggota dari Organization for Economic Cooperation and Development ( OECD
) membuat AS menggunakan Convention on Combating Bribery of Foreign Public
Officials in International Business Transactions. Pertemuan yang diadakan pada
1999 menyuruh anggota agar memasukkan penyuapan sebagai tindakan kriminal.
Pertemuan ini juga memperantarai pembayaran antara perusahaan dan pemerintahan
secara rutin. Agar menjadi efektif, hukum ini harus diadopsi ke hukum lokal di
setiap negara dan sampai sekarang sedang diusahakan.
Ketika
menyalurkan pembayaran, masalah etika masih menjadi hal yang gelap. Di banyak
negara, pembayaran terhadap pejabat pemerintah sudah menjadi bagian hidup
sehari – hari. Baberapa berpendapat tidak berinvestasi karena tidak mau
membayar suap mengacuhkan bahwa investasi bisa meningkatkan standart ekonomi
dengan menambah pendapatan dan menambah lapangan kerja. Dari hal tersebut,
memberi suap meskipun salah mungkin adalah hal yang harus dibayar untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Beberapa langkah ekonomi ini dinilai dapat
menembus regulasi tidak praktis pada negara berkembang sehingga dapat membantu
korupsi untuk tumbuh! Teori ekonomi ini membuat beberapa negara merubah batas
mekanisme pasar, korupsi dalam pasar gelap, penyelundupan dan pembayaran
rahasia pada para birokrat untuk mempercepat usaha sehingga menambah
kesejahteraan. Pendapat seperti ini digunakan untuk membujuk kongres AS untuk
menerima pembayaran dari Foreign Corrupt Prctices Act.
Sebaliknya,
pakar ekonomi lain mengatakan bahwa korupsi mengurangi pendapatan dari
investasi bisnis dan membuat pertumbuahn ekonomi rendah. Di negara dimana
korupsi menjadi hal biasa, birokrat yang tidak produktif yang menginginkan
pembayaran lain untuk memberi izin mengalihkan keuntungan bisnis. Pengurangan
keuntungan ini memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi. Penelitian terhadap
lebih dari 70 negara menunjukkan bahwa korupsi mempunyai dampak negatif yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Debat dan
rumitnya masakah ini tetap berlangsung dan sekali lagi kita dapat memutuskan
memberi suap adalah hal yang tidak pantas dilakukan. Benar, bahwa korupsi
adalah tidak baik dan menggangu perekonomian suatu negara tapi pada kasus
tertentu dibutuhkan pembayaran terhadap pemerintah agar menghapuskan halangan
untuk menciptakan lapangan kerja baru. Bagaimanapun, suap membuat korusi
semakin buruk dan buruk. Korupsi kembali pada diri masing – masing dan memulai
untik tidak korupsi adalah hal yang tidak mustahil meskipun sulit. Pendapat ini
memperkuat masalah etika agar jangan mendekati korupsi apapun keuntungan yang didapat
dari korupsi.
Banyak perusahaan
multinasional yang setuju dengan kalimat ini, seperti contohnya perusahaan
minyak BP yang tidak memberi toleransi sedikitpun terhadap pelaku korupsi.
5.
Kewajiban
moral
Perusahaan
multinasional mempunyai kekuatan untuk mengatur sumber daya dan kemampuan
mereka untuk memindahkan produksi dari satu negara ke negara lain. Kekuasaan
tersebut tidak hanya dibatasi oleh hukum dan peraturan tapi juga oleh
kedisiplinan dari pasar dan proses yang bersaing juga penting. Beberapa berkata
bahwa kekuasaan yang berakar pada tanggung jawab sosial bisa memberikan suatu
komunitas hasil yang baik dan kemajuan. Konsep awal dari tanggung jawab sosial
adalah sebuah ide yang dimiliki pengusaha yang harus mempertimbangkan
konsekuensi sosial ketika membuat keputusan bisnis dan harus membuat anggaran
untuk menentukan agar tercipta ekonomi yang baik dan konsekuensi sosial yang
baik.
Tanggung
jawab sosial mudah dilakukan karena suatu cara yang baik untuk melakukan sebuah
bisnis. Beberapa berpendapat bahwa bisnis, umumnya bisnis besar harus menyadari
kewajiban kebangsawanan mereka dan harus memberi imbal balik pada masyarakat
yang membuat mereka menjadi sukses. Kewajiban kebangsawanan berasal dari bahasa
perancis yang artinya kehormatan dan murah hati yang dimiliki oleh seorang
bangsawan.
Dalam
dunia bisnis, menjadi murah hati adalah sebuah tangung jawab menjadi usahawan
yang sukses. Hal ini telah lama disadari oleh pengusaha dan hal ini dapat
menjadikan menaikkan kesejahteraan dari komunitas dimana mereka menjalankan
usaha.
Bagaimanapun
juga, masih ada beberapa perusahaan yang menyalahgunakan kekuasaan demi
kepentingan pribadi. Cerita sejarah yang paling terkenal adalah the British
East India Company. Didiriakn pada tahun 1600, the East India Company menjadi
kekuatan yang dominan di India pada abad ke 19. besarnya kekuasaan dapat
dilihat dari mereka mempunyai 40 kapal perang, memiliki pasukan tentara
terbesar di dunia dan secara de facto menguasai 240 juta penduduk dan memiliki
uskup tersendiri untuk menunjukkan dominasi mereka dalam dunia kegamaan.
Kekuasaan
adalah hal yang normal. Tergantung kekuatan tersebut digunakan untuk apa. Bisa
digunakan untuk hal yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan yang pantas
dilakukan atau bisa digunakan untuk mengerjai yang bertingkah tidak pantas.
Seperti dalam kasus News Corporation yang merupakan salah satu kerajaan media
terbesar di dunia yang terdapat dalam Mamajemen Focus. Kekuasaan yang mereka
peroleh, mereka dapat dengan cara membangun persepsi publik dengan cara memilih
berita – berita yang mereka tayangkan. Pendiri News Corporation dan CEO Rupert
Murdoch telah lama menyadari bahwa China akan menjadi salah satu pasar yang
menjajikan dalam pasar media dan tanpa izin mereka memperluas jaringan News
Corporation di China yang menggunakan satelit Star TV. Beberapa yang tidak
setuju mengatakan bahwa Murdoch menggunakan cara yang tidak pantas untuk
menyelesaikan tujuan ini.
Beberapa
perusahaan multinasional telah menyadari kewajiban moral ini yaitu menggunakan
kekuasaan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. BP, salah
satu perusahaan minyak terbesar dunia, telah membuat keputusan untuk melakukan
investasi sosial di negara mereka melakukan usaha. Di Algeria, BP melaksanakan
proyek gas di tengah gurun Salah.ketika perusahaan mengetahui bahwa dari Salah
kekurangan air, perusahaan membangun 2 pipa air untuk menyediakan minum dan
menyediakan air agar dapat dibawa pulang oleh penduduk Salah. Tidak adal alasan
ekonomi untuk melakukan hal ini, tapi perusahaan percaya bahwa mereka memiliki
tanggung jawab moral untuk membangun masyarakat. Meskipun hal ini kecil bagi
BP, tapi merupakan hal yang penting bagi penduduk lokal.
6.
Dilemma
Etika
Kewajiban etika dari perusahaan multinasional terhadap
kondisi tenaga kerja, HAM, korupsi, pencemaran lingkungan, dan penggunaan
energi tidak terlalu jelas. Disini kemungkinannya adalah tidak adanya kompromi
atau pembicaraan lebih lanjut tentang pemahaman terhadap etika tersebut. Dari
pandangan bisnis internasional, terdapat perdebatan apakah etika tergantung
pada satu pandangan budaya.
Di USA, eksekusi hukuman dapat diterima, tapi pada budaya
lain ini tidak ditrima-eksekusi hukuman mati dipandang sebagai suatu hinaan
terhadap harga diri manusia dan hukuman mati tidak dibenarkan. Banyak orang
Amerika memandang bahwa cara berpikir seperti itu aneh, tapi orang-orang Eropa
memandang orang Amerika kejam. Terhadap orientasi bisnis misalnya, praktek
”gift giving” antara pihak-pihak terhadap negosiasi bisnis.
Ketika praktek ini betul-betul dipertimbangkan sebagai
tindakan yang benar dan pantas di budaya Asia, beberapa orang barat memandang
praktek ini sebagai bentuk suap, dan oleh karena itu dianggap tidak beretika,
terutama apabila pemberian tersebut merupakan sesuatu yang penting.
Manager harus dihadapkan pada kenyataan etika dilema.
Contohnya, bayangkan apabila eksekutif Amerika berkunjung dan melihat cabang
perusahaannya yang bertempat di negara miskin mengupah gadis berusia 12 tahun
untuk bekerja di perusahaannya. Hal ini cukup mengejutkan melihat bahwa cabang
perusahaannya menggunakan tenaga kerja anak-anak telah melanggar kode etika
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, orang amerika tersebut menginstruksikan
kepada manager local untuk mengganti anak-anak dengan orang dewasa. Manager
local mematuhi perintah tersebut. Gadis yatim piatu tersebut yang bekerja untk
mencari sesuap nasi untuk dia dan adiknyayang baru berumur 6 tahun, sudah tidak
mendapat pekerjan lain, da dia putus asa sampai pada akhirnya dia bekerja di
bidang prostitusi. Dua tahun kemudian dia meninggal karena penyakit AIDS.
Akhirnya adiknya menjadi pengemis. Si adik bertemu dengan orang Amerika
tersebut ketika ia mengemis di luar Mc. Donald’s. Sebenarnya keadaan ini
merupakan tanggung jawabnya yang dia lupakan., anak laki-laki itu mengemis pada
orang Amerika tersebut. Dan orang Amerika itu mempercepat langkahnya dan
berjalan lebih cepat dan masuk ke Mc. Donald’s dimana dia memesan empat buah chesseburger,
kentang goreng, milkshake. Satu tahun kemudian anak laki-laki itu terserang TBC
dan akhirnya meninggal.
Setelah berkunjung orang Amerika tersebut sedikit
memahami keadaan gadis itu,. Haruskah dia tetap menwarkan penggantian tersebut?
mungkin tidak! Seharusnya ini lebih baik, oleh karena, dia memberikan status
quo dan mengajak gadis itu kembali bekerja lagi? Tentu saja tidak, karena hal
tersebut seharusnya melanggar dan terlarang dengan beberapa alasan melawan kode
etika pada perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja anak-anak. Lalu apa yang
seharusnya dilakukan? Apa kewajiban dari eksekutif terhadap dilemma ini?
Pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab. Hal
tersebut merupakan kemurnian dari etika dilemmas-merupakan situasi yang
tidak ada alternatifnya seperti penerimaan terhadap etika sendiri. Pada kasus
ini, tenaga kerja anak-anak tidak dapat diterima, tapi tidak dapat dipungkiri
bahwa gadis itu adalah pekerja, dan tidak dapat dipungkiri juga bahwa diahanya
mencari sumber pendapatan. Apa yang diinginkan eksekutif Amerika, apa yang
diinginkan manager, adalah arah moral, atau mungkin pemecahan masalah etika,
yang dapat menjadi panduan bagi manager untuk mencari solusi etika dilemma.
Nanti pada chapter ini kita akan menjelaskan garis besar apa yang dimaksud arah
moral, atau pemecahan masalah etika, yang keduanya serupa. Untuk saat ini,
sudah cukup dimengerti bahwa etika dilemma tetap terjadi karena tetap menjadi
hal yang rumit di dunia, sulit untuk digambarkan, dan menyebabkan konsekwensi
pertama, kedua, dan ketiga sulit untuk diukur. Melakukan hal yang benar, atau
mengetahui hal yang mungkin benar, seringkali sulit untuk dilakukan.
7. Akar dari
tindakan yang tidak beretika
Banyak manager berlaku seperti tidak beretika di bidang
bisnis internasional. Kelompok investor Amerika mulai tertarik untuk memulihkan
SS United States, yang yang dulunya adalah kapal mewah. Langkah pertama untuk
memulihkannya adalah penarikan asbestos kapal. Asbestos adalah material racun
yang diproduksi dari abu murni yang pabila dihirup dapat menyebabkan efek yang
berakibat kerusakan paru-paru, kanker, dan kematian. Atas dasar itu, pemerintah
di negara-negara tersebut menekan standar pengembangan perubahan asbestos.
Beberapa perusahaan U.S, dengan standar yabg ditetapkan di Amerika, mengupah
pekerjanya lebih dari $100 milion. Perusahaan di Ukraina menawarkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut dengan upah $2 milion, jadi kapal-kapal tersebut
ditarik ke pelabuhan Ukraina di Sevastopol. Dengan persetujuan upah $2 milion,
ini menunjukkan bahwa perusahaan Ukraina tidak dapat mengadopsi standar seperti
di Amerika. Sebagai konsekwensinya, pekerjanya memiliki resiko yang signifikan
dalam menghasilkan asbestos-penyebar penyakit. Apabila pada kasus ini,
keinginan untuk menghemat biaya dapat diartika oleh investor Amerika sebagai
tindakan yang tidak beretika, dengan sepengetahuan mereka mncari keuntungan
bagi perusahaan dengan tidak melindungi pekerjanya terhadap resiko kesehatan.
Kenapa manager melakukan tindakan yang tidak beretika?
Tidak ada jawawan yang simpel untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena
penyebab yang rumit, tapi sedikit pernyataan dapat dibuat (lihat gambar 4.1).
pertama, etika bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika personal, yang secara
umum dapat diterima panduannya tentang prinsip salah dan benar bagi individu.
Sebagai individu, kita secara tipikal tahu bahwa berbohong, dan mencuri adalah
salah-hal ini tidak beretika-dan tahu tindakan yang benar adalah yang jujur dan
terhormat, dan tetap teguh pada apa yang kita percaya untuk menjadi baik dan
benar.
Hal ini pada umumnya benar di mata masyarakat. Kode etika
seseorang yang berdampingan dengan kepribadian kita berasal dari beberapa
sumber, yang terdiri dari keluarga kita, sekolah kita, kepercayaan kita, dan
media. Kode etika personal kita mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
tindakan kita sebagai pelaku bisnis. Seorang individu yang punya kepekaan kuat
terhadap etika adalah orang yang jarang sekali bertindak tidak beretika pada
bidang bisnis. Ini merupakan langkah pertama untuk membuktikan bahwa kepekaan
yang tinggi terhadap etika bisnis bagi masyarakat menegaskan kekuatan dari personal
ethics.
Manager suatu perusahaan yang bekerja ke luar negeri di
perusahaan multinasional (manager ekspatriat) mungkin memiliki pengalaman luar
biasa tentang tekanan terhadap pelanggaran personal ethics. Mereka
keluar dari kebiasaan sosial dan budaya yang mendukungknya, yang secara
psikologi dan geografi jauh dari perusahaan induk. Mereka mungkin merasakan
perbedaan budaya di setiap tempat yang berbeda nilainya pada norma etika yang
dianggap penting di perusahaan induk, dan mereka mungkin mengalah dengan
pekerja lokal yang memiliki standar etika yang keras. Perusahaan induk mungkin
mendesak manager ekspatriat untuk mencapai cita-cita yang kurang relistis yang
hanya dapat dicapai dengan mengambil jalan tengah atau berpura-pura tidak
beretika. Contohnya, untuk memenuhi mandat penting tentang pencapaian tujuan,
manager ekspatriat mungkin memberi suap untuk memenangkan kontrak atau mungkin
melakukan pengamatan kondisi dan kontrol lingkungan yang minimal dapat
diterima.
Manager lokal mungkin menganjurkan ekspatriat untuk mengadaptasi
tindakannya. Oleh karena jarak geografis, perusahaan induk mungkin tidak dapat
untuk mengamati bagaimana manager ekspatriat memenuhi tujuannya, atau mungkin
memilih untuk tidak mengamati bagaimana mereka melakukannya, dengan mengijinkan
tindakan untuk berjalan baik dan tetap dilakukan. Juga, banyak penelitian
tentang tindakan yang tidak beretika pada bidang bisnis telah menyimpulkan
bahwa pelaku bisnis kadangkala tidak menyadari tindakan mereka yang tidak
beretika, utamanya karena kesalahan pengucapan. Apakah ini suatu keputusan atau
tindakan etika? Malah, mereka mereka menggunakan perhitungan bisnis untuk
membuat keputusan bisnis, untuk mendapatkan keputusan tersebut mungkin juga
membutuhkan ukuran etika.
Kesalahan pada prosesnya bisa terjadi apabila tidak
menggabungkan pertimbangan etika untuk membuat keputusan bisnis. Hal ini dapat
ditunjukkan pada kasus Nike ketika manager memutuskan membuat subkontrak (lihat
kasus pembukaan). Keputusan tersebut mungkin saja dipilah karena pertimbangan
dasar pada bisnis variamel seperti biaya, pengiriman, dan kualitas produk, dan
manager kunci salah mengucapakan, bagaimana subkontraktor memperlakukan tenaga
kerjanya? Apabila mereka mempertanyakan pertanyaan tersebut, mereka kemungkinan
beralasan bahwa itu adalah urusan subkontraktor, bukan mereka. (contoh lainnya
pada pengambilan keputusan bisnis yang mungkin tidak beretika, lihalah
Management Focus yang menuliskan keputusan Pfizer’s untuk mencoba eksperimen
obatnya kepada anak-anak yang menderita meningitis di Nigeria.
Sayangnya suasana di beberapa tidak mendorong seseorang untuk berpikir
sampai konsekwensi etika terhadap keputusan bisnis. Ini menunjukkan pada kita 3
penyebab tindakan yang tidak beretika pada bisnis-budaya organisasi yang
mengabaikan etika bisnis, mengurangi keputusan pada kegiatan ekonomi yang
bersih. Istilah budaya organisai berhubungan dengan nilai dan norma yang
merupakan bagian diantara pekerja pada organisasi. Kamu akan kembali memgingat
dari chapter 3bahwa nilai adalah ide abstrak apa yang dipercaya suatu kelompok
untuk menjadi lebih baik, benar, dan sangat diperlukan, sedangkan norma adalah
kebiasaan sosial dan petunjuk yang menentukan tindakan yang tepat pada situasi
penting. Hanya sebagai masyarakat yang berbudaya, yang dapat melakukan
aktivitas bisnis. Secara bersamaan, nilai dan norma membentuk budaya pada
organisasi bisnis, dan budaya tersebut memiliki pengaruh penting pada etika
untuk mengambil keputusan bisnis.
Penulis Robert Bryce telah menjelaskan tentang keadaan budaya orgaisasi
saat ini-kebangkrutan yang dialami perusahaan energi multinasional Enron
terjadi akibat ketamakan dan penipuan. Menurut Bryce, hal tersebut dibuat oleh
top manager yang mengambil keputusan sendiri untuk memperkaya dirinya sendiri
dan keluarganya. Bryce menunjukkan bagaiman ex-CEO Kenneth Lay membuat
keyakinan keuntungan keluarganya kebanyakan dari Enron. Banyak perusahaan
bisnis travel Enron dijalankan oleh travel agency yang dimiliki adik Lay.
Ketika internal auditor merkomendasikan bahwa perusahaan itu dapat melakukan
hal yang lebih baik apabila menggunakan travel agency lain, dia segera
mengundurkan diri dari perusahaannya. Pada tahun 1997, Enron memperoleh sebuah
perusahaan yang dijalankan oleh anak dari Kenneth Lay, Mark Lay, yang mecoba
mengembangkan usahanya pada bisnis perdagangan bubur kayu dan kertas. Saat itu,
Mark Lay dan perusahaan lainnya yang dia kontrol menjadi target investigasi
kriminal penipuan, dan penggelapan. Sebagai bagian ddari keputusannya, Enron
mengangkat Mark Lay sebagai eksekutif dengan kontrak 3 tahun dengan jaminan $1
milin yang dibayar setiap eriode, plus pilihan untuk menjual 20.000 lembar
saham Enron. Bryce juga mendetailkan anak laki-lakinya yang sudah dewasa
menggunakan jet Enron untuk mengirimkan bed ukuran besar ke prancis. Deengan
Kenneth Lay sebagai contohnya, ini mungkin bukan hal mengejutkan lagi bahwa
keegoisan suatu saat akan mendatangkan kehancuran pada Enron. Catatan paling
penting adalah contoh pada Kepala Keuangan Andrew Fastrow yang membuat ”off
balance sheet” yang bekerja sama bukan hanya menyembunyikan kondisi financial
perusahaan Enron dari investor , tapi juga membayar membayar miliar dollar ke
Fastrow. (fastrow kemudian terbukti melakukan tindakan kriminal penipuan dan
dihukum penjara.)
Penyebab keempat dari tindakan yang beretika sudah
ditunjukkan pada-ini ditekankan oleh induk perusahaan untuk melaksanakan
memainkan cara yang kuang relistis yang dapat dicapai hanya dengan mengambil
jalan tengah atau bertindak seerti tidak beretika. Lagi, Bryce membicarakan
bagaimana hal ini kemungkinan dapat terjadi di Enron. Penyukse Lay sebagai CEO,
Jeff Skilling, mengambil sistem evaluasi performa di tempat yang memasangkan
lebih dari 15% dari underperformer setiap 6 bulan. Ini membuat tekanan-alat
budaya pada performa jarak dekat, dan respon beberapa eksekutif dan pedagang
energi yang menekan dengan memalsukan nilai dari perdagangan, contohnya-0untuk
membuat hal ini terlihat membuat performa yang lebih baik dari yang sebenarnya.
Penjelasan dari kegagalan Enron adalah bahwa budaya organisasi dapat
mengesahkan tindakan yang dianggap tidak beretika, pentingnya ketika hal ini
digabungkan dengan fokus dari menentukan tujuan dengan tidak beretika, seperti
memperbesar jangka pendek dari ekonomi, tidak peduli berapa biayanya. Pada
keadaan seperti itu, disana terdapat kemungkinan yang lebih besar dari
biasanyabahwa manager akan melanggar etika personalnya sendiri dan menggunakan
tindakan yang tidak beretika. Dengan hal yang sama, budaya organisasi dapat
melakukan hal yang sebaliknya dari tindakan yang beretika. Pada
Hewlett-Packard, misalnya, Bill Hewlett dan David Packard, pendiri perusahaan,
memperbanyak jumlah dari nila yan diketehui sebagai The HP Way. Nilai ini, yang
membentuk jalan bisnis adalah memimpin keduanya dan dengan badan hukum,
memiliki komponen etika yang penting. Antara hal yang lainnya, mereka
menekankan kebutuhan untuk kepercayaan diri dan berkenaan dengan seseorang,
membuka komunikasi, dan terfokus pada pekerja individu.
Enron dan Hewlett-Packard contohnya menunjukkan dasar
dari penyebab kelima dari kegiatan yang tidak beretika-kepemimpinan. Pemimpin
membantu mengembangkan budaya dari organisasi, dan mereka menjadi contoh bagi
pengikut lainnya. Pekerja lain pada bidang bisnis seringkali menggunakan petunjuk
dari pemimpin mereka, dan apabila pemimpin tersebut tidak memiliki tindakan
pada hal etika, mereka mungkin juga tidak. Ini bukan tentang hal yang dikatakan
oleh pemimpinnya, tapi apa yang mereka lakukan. Enron contohnya, memiliki kode
etika bahwa Kennet Lay seringkali menyerah pada dirinya sendiri, tapi tindakan
Lay sendiri adalah untuk memperbanyak jumlah keluarganya di perusahaanya
daripada hal lainnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Moral dapat diartikan sebagai akhlak,
dan susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas
berarti kesusilaan; sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila.
Sedangkan secara etika (Ethical) diartikan pantas, layak, beradab,
susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan
disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti berbeda.
2. Etika
bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke
dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi
dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada
di dalam organisasi.
3. Pentingnya etika bisnis tersebut dalam dunia
bisnis yakni berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro.
4. Penerapan etika bisnis dalam organisasi
perusahaan mengakibatkan perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki
tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan
mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan
mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang
dilakukan manusia.
B. Saran
Setelah
mengetahui beberapa isu isu dan persoalan etika dalam bisnis Internasional
disadari betapa pentingnya peranan etika bisnis dalam suatu perusahaan, maka
penulis menyarankan dan mengajak kepada pembaca agar dalam menjalankan usaha
bisnisnya menerapkan suatu bisnis yang beretika untuk mengurangi resiko
kegagalan dan yang paling utama adalah agar dapat bersaing secara kompetitif dalam
era globalisasi saat ini
0 comments:
Post a Comment