Pengertian dan
Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik dapat didefinisikan sebagai
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana
masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di
bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada
proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.
Intinya organisasi sektor publik adalah organisasi-organisasi
yang menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban
ke masyarakat, dan mempunyai karakter yang menunjukkan variasi sosial, ekonomi,
politik, dan karakteristik menurut undang-undang. Akuntansi sektor publik
merupakan bidang akuntansi yang mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi
negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, yayasan,
partai politik, perguruan tinggi dan organisasi-organisasi nonprofit lainnya,
seperti:
1. Organisasi sektor publik dapat dibatasi
dengan organisasi-organisasi yang menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu
melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat. Di Indonesia, Akuntansi Sektor
Publik mencakup beberapa bidang utama, yakni:
a) Akuntansi Pemerintah Pusat
b) Akuntansi Pemerintah Daerah
c) Akuntansi Parpol dan LSM
d) Akuntansi Yayasan
e) Akuntansi Pendidikan dan Kesehatan
2. Aktivitas yang mendekatkan diri ke
pasar tidak pernah ditujukan untuk memindahkan organisasi sektor publik ke
sektor swasta.
Profesi Akuntan Sektor
Publik
Berdirinya
Ikatan Akuntan Indonesia mulai memunculkan Kompartemen Akuntan Sektor Publik.
Kompartemen ini mewadahi para pekerja bidang akuntansi dan akuntan yang bekerja
di organisasi sektor publik. Proses pengembangan profesi bidang akuntansi
sektor publik sangat dipengaruhi oleh :
1. Kapasitas dan tujuan kebijakan
ekonomi, sehingga aspek budaya, sosial politik ekonomi menjadi dominan.
2. Orientasi pengelolaan organisasi
sektor publik akan mengubah arah pengembangan organisasi akuntansi.
3. Kunci pemecahan permasalahan
akuntansi sektor publik adalah penyederhanaan yang logis untuk menciptakan
kompleksitas bidang akuntansi sektor publik.
Interpretasi Aturan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang
dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Terdapat 5 (lima) kewajiban Akuntan Publik dan KAP yaitu :
- Bebas
dari kecurangan (fraud),ketidakjujuran dan kelalaian serta menggunakan
kemahiran jabatannya (due professional care) dalam menjalankan tugas
profesinya.
- Menjaga
kerahasiaan informasi / data yang diperoleh dan tidak dibenarkan
memberikan informasi rahasia tersebut kepada yang tidak berhak. Pembocoran
rahasia data / informasi klien kepada pihak ketiga secara sepihak
merupakan tindakan tercela.
- Menjalankan
PSPM04-2008 tentang Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar
Pengendalian Mutu (SPM) 2008 yang telah ditetapkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI), terutama SPM Seksi 100 tentang Sistem Pengendalian Mutu Kantor
Akuntan Publik (SPM-KAP).
- Mempunyai
staf / tenaga auditor yang profesional dan memiliki pengalaman yang cukup.
Para auditor tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi berkelanjutan
(Continuing Profesion education) sebagai upaya untuk selalu meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang audit dan proses bisnis (business
process). Dalam rangka peningkatan kapabilitas auditor, organisasi profesi
mensyaratkan pencapaian poin (SKP) tertentu dalam kurun / periode waktu
tertentu. Hal ini menjadi penting, karena auditor harus senantiasa
mengikuti perkembangan bisnis dan profesi audit secara terus menerus.
- Memiliki
Kertas Kerja Audit (KKA) dan mendokumentasikannya dengan baik. KKA
tersebut merupakan perwujudan dari langkah-langkah audit yang telah
dilakukan oleh auditor dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung
(supporting) dari temuan-temuan audit (audit evidence) dan opini laporan
audit (audit report). KKA sewaktu-waktu juga diperlukan dalam pembuktian
suatu kasus di sidang pengadilan.
Akuntan
Publik dilarang melakukan 3 (tiga) hal :
1.
Dilarang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan
(general audit) untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih
dari 3 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara
Akuntan Publik dengan klien yang merugikan pihak lain.
2.
Apabila Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen
terhadap pemberi penugasan (klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
3.
Akuntan Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak
diperbolehkan oleh ketentuan perundang-undangan / organisasi profesi seperti
sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta,
atau badan hukum lainnya, kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai
dosen perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan struktural dan atau
komisaris atau komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan
usaha konsultansi manajemen.
Dimensi Akuntabilitas
Publik
Akuntabilitas publik adalah
kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik
kepada pihak pemberi mandat (prinsipal). Dalam konteks organisasi pemerintah,
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja
pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan utama
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan konstituen
lainnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder).
Dimensi akuntabilitas publik yang
harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain:
1.
Akuntabilitas
hukum dan kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran
adalah akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam
bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Penggunaan dana publik harus
dilakukan secara benar dan telah mendapat otorisasi.
2.
Akuntabilitas
manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah
pertanggungjawban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi
secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial dapat juga diartiakan
sebagai akuntabilitas kinerja.
3.
Akuntabilitas
program
Akuntabilitas program berkaitan
dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan
apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal.
4.
Akuntabilitas
kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait
dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil.
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang
telah diterapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan.
5.
Akuntabilitas
finansial
Akuntabilitas finansial adalah
pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik
secaea ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran
dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan pada ukuran anggaran dan
finansial. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan
keuangan publik akan menjadi perhatian masyarakat.
Penyajian Laporan Keuangan
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 01
menyebutkan tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu
entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Sementara tujuan khusus pelaporan
keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas atas sumber
daya yang dipercayakan kepadanya dengan:
1.
Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
2.
Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya
ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
3.
Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan
penggunaan sumber daya ekonomi;
4.
Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap
anggarannya;
5.
Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan
mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
6.
Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk
membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintah;
7.
Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi
kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Dalam
Praktik Akuntansi Sektor Publik (BUMN – PT. PLN)
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan
pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini,
PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus
pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini
ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang
unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan
harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam
dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya
ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan
ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik
Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang
bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan
terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara”
dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya
dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan
pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas
masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh
kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
§ Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit,
distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan
berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk
distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General
Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui
& Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan
masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar
masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
§ Krisis listrik memuncak saat PT.
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara
bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode
11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja
industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali
wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan
alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik
yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan
2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan
serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli
kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT.
PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi
pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.
Analisa :
- Jika
dilihat dari teori etika deontologi : Dalam kasus ini, PT.
Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang
baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan
tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT.
PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi
menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
- Jika dilihat dari teori etika teleologi : Dalam kasus ini, monopoli di
PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD
1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada
negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori
etika teleologi.
- Jika ditinjau dari teori utilitarianisme : Tindakan PT. PLN bila ditinjau
dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka
melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung
pada PT. PLN.
Dari wacana diatas dapat disimpulkan
bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan
monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah
melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil
dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan
usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan
memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan
yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN
saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan
kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
0 comments:
Post a Comment